LOMBA BACA PUISI-PUISI HAZIM AMIR: 7 PILIHAN PUISI

1. PAGI INI SEORANG OOM MENJEMPUTKU DI KELAS

Pagi ini seorang oom menjemputku di kelas
Yuk, kita ke rumah sakit, ajaknya
Baik, oom
Saya pamit dulu sama bu guru
Dalam perjalanan
oom ini tidak banyak berbicara
 dan aku pun lebih banyak termangu
di jok belakang mobil ini
dulu ibu mengerang-erang
memanggil-manggil bapak
yang datang berlari-larian
Eyang dimana, oom?
eyangmu nanti menyusul
dan oom Pram?
oom pram sudah di rumah sakit
dan bapak?
bapakmu juga
mengapa oom menjemputku sekarang?
ibumu ingin menemuimu sekarang
luka-lukanya sudah baik, oom?
ya, luka-lukanya sudah baik
dan makanya sudah banyak, oom?
ya, makanya sudah banyak
dan panasnya?
panasnya sudah banyak turun
ibu tidak mengigau lagi, oom?
ya, ibumu tidak mengigau lagi
ibu sekarang tidur, oom?
ya, ibumu sekarang tidur
kapan ibu pulang ke rumah, oom?
sebentar lagi ia akan pulang bersama kita
Oom, mengapa oom menangis?
oom tidak menangis, mata oom kena debu
Bohong! Oom bohong! Oom menangis!
oom menangis karena ibu sudah berangkat kesorga, kan?
ya, kan? Ya, kan? Mengapa oom bohong?
itu bapak juga menangis
bapak! bapak!  


2. MENGAPA DI TEMPAT LAIN ADA PERANG?

Suatu sore di rumah
seorang pemuda tak bernama meloncat tembok belakang
diangkatnya istriku yang menggelepar-gelepar
ke dalam mobil yang di bawa seorang sahabat
sepasang sandalnya tertinggal di teras depan
lupakanlah, aku cuma menunaikan tugas
Malam harinya di rumah sakit
sekelompok ibu-ibu berdoa dengan suara terbata-bata
dengarkanlah, penderitaanmu adalah juga penderitaan kami
Malam yang sama
waktu lorong-lorong gelap rumah sakit telah sunyi senyap
sebuah tangan menyodorkan sebuah jaket
pakailah, malam ini udara teramat dingin
Esok paginya di rumah
sebuah tangan lain menyodorkan sebuah amplop
terimalah barangkali kau memerlukanya
Malam-malam berikutnya
tubuh-tubuh yang lusuh
berbaring di bangku-bangku tua sepanjang lorong
percayalah, kami selalu bersamamu
Hari-hari berikutnya
jabat-jabat tangan yang erat
dekapan-dekapan yang hangat
bibir-bibir yang gemetar
mata-mata yang berkaca-kaca
Iringan-iringan manusia yang menyemut
suara-suara tahlil yang menyayat
telegram dan surat-surat
Tuhan,
Mereka begitu baik
mengapa di tempat lain masih ada perang?


3. PENERIMAAN

Pada suatu hari
seorang perempuan
menulis sepucuk surat kepadaku
“kau bukanlah laki-laki yang ada dalam mimpiku
tetapi tuhan telah mengirimkanmu kepadaku
dan aku harus menerimamu”
Hari ini
beberapa tahun setelah itu
aku menulis sepucuk surat pendek kepada tuhan
“Hidup ini
bukanlah hidup yang ada dalam anganku
tetapi kau telah memberikanya kepadaku
dan aku tak bisa menolaknya.”
Esok hari
pada sebuah nisan
akan kau temukan sebuah tulisan pendek
“ia yang berbaring di sini
adalah seorang laki-laki
yang telah dapat menerima kekalahanya
dengan tanpa banyak bicara


4. BALE KAMBANG 85

Laut
Di sini ada laut
masih seramah dulu ia menerimamu
dibasuhnya kakimu yang letih
dilapangkanya rongga dadamu yang tertindih
Kau pun menelusuri pantainya yang panjang
seorang gadis kecil erat menggenggam tanganmu
sebentar tangan itu di lepaskanya
kerang dan batu-batuan itu membuatnya lupa
akan kehadiranmu di sana
dan kau pun menerusakn langkahmu
tapak-tapak kakimu
menghujam dalam-dalam dalam pasir
sebentar tapak-tapak itu hilang di telan air
sebentar kau dengar jerit teriakan gadis kecilmu
tatkala menghindari ombak yang datang menyerbu
sebentar kau dengar derai tawanya
menemukan mahluk-mahluk yang tak pernah di lihatnya
sebentar kemudian tak lagi kau dengar apa-apa
sebentar kemudian tak lagi kau lihat apa-apa
sebentar kemudian tak lagi kau rasakan apa-apa
Laut itu telah hilang
juga langit itu
dan pasir itu
atau angin itu
yang tinggal cahaya putih
itu pun segera pergi entah kemana
Kau pun tak tahu lagi
di mana kau berada
atau
mengapa kau ada di sana
Benakmu pun jadi kosong
hatimu pun jadi kosong
Kemudian
pada satu titik kau berhenti menapak


5. PANTAI

“pak, ada matahari panjang di bawah pasir
dan ada air berjalan langsir”
“pulang!”
Pagi-pagi buta aku suka bangunkan tuhan
tidak untuk apa-apa
ya sekedar menggodanya saja
kalau ia benar-benar tuhan tentulah ia tak marah
Ia memang tidak marah
ia cuma tersenyum saja
sambil ucek-ucek matanya
dan menguap berkali-kali ia bertanya,
“ada apa?”
tidak apa-apa”
“kok bangunkan aku?”
“apa ndak boleh?”
“ya boleh saja
tapi biasanya orang bangunkan saya
karena ada perlu
mau lapor ya?”
“tidak, tanpa laporpun kamu sudah tau”
“mau minta sesuatu”
tidak, tanpa kuminta pun
kalau kamu mau beri
ya aku akan dapat dengan sendirinya”
“mau berkeluh kesah ya?”
“alah tuhan kayak nggak tahu saja
biar aku berkeluh kesah
biar aku protes
kalau kamu sudah punya mau
Aku toh nggak bisa apa-apa”
“habis mau apa?”
“sudah ku bilang aku tak mauapa-apa
aku Cuma pingin dekat saja”
“mau cari sawab ya”
“kalau aku bilang kurang ajar?”
“mau nglalap berkah ya?”
“lho kok tanya-tanya lagi
aku tak  mau minta apa-apa”


6. BELEDEG I

(tam tam terentam tam tam
tam tam terentam tam tam
tam tam terentam tam tam
tam tam terentam tam tam)
Mas, lihat ini aku yang datang
dengan sebuah lukisan untukmu seorang
terentang di atas sebuah kanvas panjang
dalam dunia lukis aku memang ingin melintang
(haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah)
(dem dem derendem dem dem
dem derendem dem dem dem
dem derendem dem dem dem
dem derendem dem dem dem)
Mas, lihat aku datang dengan tepat
lihat pakaian latihanku yang kuseterika mengkilap
dalam dunia teater aku memang hebat
aku berkorban apa saja untuk teater melarat
(haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah)
(cos cos nerocos cos cos
cos cos nerocos cos cos
cos cos nerocos cos cos
cos cos nerocos cos cos)
Mas, lihat sajakku yang paling akhir
lihat pesona kata yang lancar mengalir
di suara indonesia puisiku banyak lahir
dalam dunia sastra bakatku mengalir
(haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah)
(luuk luk luk luk luk luk
luuk luk luk luk luk luk
luuk luk luk luk luk luk
luuk luk luk luk luk luk)
Belum lagi dalam dunia musik kesayanganku
dengan suaraku semerdu buluh perindu
lihat berapa produser banyak memburuku
sayang bukan uang tapi mutu yang ku tuju
(haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah)
 (mbook mbok mbok mbok mbok mbok
mbook mbok mbok mbok mbok mbok
mbook mbok mbok mbok mbok mbok
mbook mbok mbok mbok mbok mbok)
Kapan kita ke jakarta untuk menemui rendra?
atau affandi yang ada di yogya
atau mas Zawawi yang ada di madura ?
mereka meski melihat bakatku yang begini menggelora
(haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah
haah hah hah hah hah hah)
(nyes nyes terenyes terenyes
nyes nyes terenyes terenyes
nyes nyes terenyes terenyes
nyes nyes terenyes terenyes
Adikku,
berhentilah bicara sebentar
hari ini aku terlalu capek
untuk berbicara tentang tetek bengek
mari kita ikuti para empu kita
yang banyak mencipta tetapi tidak banyak bicara
ulurkan tanganmu dan mari berendam di sendang ini
biarkan dingin air ini masuk ke pori-porimu
dan membasuh hatimu yang panas membara
biarkan harum udara malam ini
masuk hidungmu dan mengelus paru-parumu
dan membersihkan segala kotoran di sana
dan bila kau mau menutupkan matamu barang sejenak
kan kau rasakan seribu tangan alam menuntunmu
menuju adamu yang sejati
dan kau akan sampai di sana bila dia menghendaki
dan mereka tak akan menertawakanmu lagi
mari!


7. MATINYA SEORANG AKTOR

Lampu-lampu telah dipadamkan
ketika seorang laki-laki setengah baya
berjalan hilir mudik di atas pangung tiga perempat arena
mengukur kekuatan blandar-blandar dengan tali perempat arena
“yang ini cukup kuat,” gumamnya
“tetapi tempat ini kurang strategis
untuk membuat adegan kematianku fantastis
di atas trap itu barangkali lebih baik
membuat adegan kematianku karya seni yang artistik
dikelilingi patung-patung irian yang merongos memandang
                                                                        Kosong ke depan
Dan caplokan-caplokan yang meringis menakutkan
atau barangkali di pojok kanan ini aku akan lebih dramatis
kematian yang di iringi patung-patung tuyul yang melotot
                                                                                    bengis
Dan patung kera yang meringis sadis
ya adegan kematianku mustahil adegan yang spektakuler
adegan kematian seorang samurai yang melakukan harakiri
dengan membelah perut sendiri
atau adegan kematian seorang mishima
yang menyuruh empat pengikutnya
menebar jangganya dengan segala kebesaran upacara
atau adegan mati seorang sakerah
yang menghadapi tiang gantungan dengan mata merah
aku bukanlah seorang hamlet
yang selalu bertindak ragu mesti dalam keadaan kepepet
aku bukan pula seorang brutus
yang terseret oleh arus tanpa berani mengambil kata putus
pada hari selasa kliwon hari anggoro kasih ini
hari wetonku yang juga akan menjadi hari terakhirku
aku memutuskan untuk menyudahi hidupku
bukan lantaran aku putus asa atau ragu
atau lantaran terseret arus dan tak berani mengambil kata putus
tetapi lantaran inilah pilihan yang terbaik bagiku
bagi anakku, kekasih, maupun sahabatku
juga bagi kemanusiaan pada umumnya”
Dan demi kemanusiaan pada umumnya itu
ia kemudian mengambil empat empat pucuk surat wasiat
satu untuk anakku yang saat ini sedang tidur lelap
satu untuk kekasihnya yang ketika itu sedang berdekap
satu untuk sahabatnya yang ketika itu sedang asyik bermain
                                                                                           kartu
Dan satu untuk tuhan yang ketika itu sedang tersenyum tau
“anakku.” Demikian tulisnya dalam suratnya yang pertama
“maafkanlah bapakmu
kalau hari ini bapakmu tak bisa membangunkanmu sebagai
                                                                                           biasa
dan menyanyikan lagu-lagu pengantar bangun tidur
                                                                            kesayanganmu
menalikan tali sepatumu
menggoreng telur dadar  untukmu
bila pagi ini kau geragapan bangun
lantaran matahari telah lama memasuki kamarmu
kau akan berteriak-teriak memanggil bapakmu
siap untuk mengamuk dan memarahi kealpaanya
dan ketika bapakmu tidak bergegas menemuimu
kau jenggirat bangun dan mencarinya ke seluruh pojok
                                                                                rumah
dan kau akan mendapati bapakmu terayun-ayun
di blandar panggung ini
tidak dengan mata mendelik dan lidah terjulur ngeri
seperti topeng kuning di atas meja makan
tetapi dengan mata tajam memandang ke depan
dan sikap gagah kepahlawanan seorang pembela kemanusiaan
dan kau pun akan menjerit dan jatuh pingsan
dan ketika kau terbangun kau akan menangis tersedu-sedu
meratapi kepergian bapakmu, “bapak mengapa kau lakukan
                                                                                            itu?”
dan kau pun akan menangis dan berkabung selama seminggu
selama sebulan kau akan mengenangkan kebaikan-kebaikanya
tentang keburukan bertahun-tahun kau tak akan melupakanya
tentang hidupnya yang awut-awutan
tentang kesukaanya pada perempuan
tentang kegilaanya pada dunianya sendiri
tentang keasyikanya bermain cap-ji-ki
dan kau pun akan mensyukuri kepergian bapakmu
dengan geram akan kau jual benda-benda antik yang amat kau
                                                                                          benci
buku-buku tebal itu kau lempar ke tukang loak
lukisan-lukisan itu akan kau sobek-sobek sampai rusak
topeng-topeng itu akan kau bakar menjadi abu
dan kaset-kaset klasik itu akan kau tukar dengan kaset-kaset
                                                                        pop yang terbaru
Dan kau pun akan bisa bernafas lega
dan hidup nikmat dengan eyangmu yang punya pabrik kain
atau dengan oommu yang direktur lima perusahaan swasta
dan kau pun akan berangkat sekolah dengan mobil merci
atau bermain golf atau bowling dan bukan kasti
untuk mengerjakan pe-ermu ada mahasiswa yang dapat kau
                                                                                          sewa
bila kau tak lulus ada guru yang dapat kau gosok
untuk pesta ulang tahunmu hyatt atau mandarin siap menerima
bila kau bosan kau bisa pilih swiss, paris, atau new york
untuk pengisi waktumu kau bisa lari ke dunia psychedellic
dan kau capek kau bisa nonton deep throat atau shaolin temple
divideo sampai matamu mendelik
dan kau akan kawin dengan pemuda dengan perut buncit
tetapi kantongnya penuh dengan duwit
dan kau pun akan menjadi gembrot
dengan anak yang gembrot dan cucu yang gembrot
dan suamimu akan punya bakat simpanan
dan kau pun akan punya banyak langganan
dan kalau pada suatu ketika
cucumu menemukan sebuah foto di sebuah album tua
dan menanyakan, “oma, siapa laki-laki bersarung dan berkaos
                                                                                    oblong ini?”
kau akan memberi jawaban pasti
“kau tak perlu tau, donny, cepat selesaikan les pianomu”
dan kau pun akan mencampakkan album tua itu dengan sekuat
                                                                        tenagamu ke lantai
anakku,
aku tak mau mengalami itu semua
dan itulah yang akan terjadi
tanpa aku bisa merobah jalan hidupmu yang begitu pasti
oleh karena di belakangmu ada eyangmu, ommu, tetanggamu,
masyarakatmu, bahkan seluruh dunia saat ini
yang kepingin hidup nikmat tanpa harus keluar nikmat
yang tak peduli apakah rakyat hidup kesrakat
 yang menganggap bahwa moral hanyalah untuk mereka yang
                                                                               tak ber-modal
dan oleh karena aku ditakdirkan untuk tidak bisa
berkompromi dengan ini semua
aku pilih jalan ini
selamat tinggal, anakku
selamat menikmati kekosongan yang menghancurleburkan kemanusiaan”




Share this:

CONVERSATION